Nusantaraku atau Nusantaranya
.
.
Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku, rakyatku, semuanya
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia raya
.
Gema bait-bait itu masih saling bersahutan di kota ini
Anak-anak sekolah dengan mudah melafalkan lagu ini
Di desa, di kota, di kaki-kaki Merapi, sampai ujung Parangtritis sana
Semua suka cita untuk Indonesia raya
.
Tapi Tuhan, ijinkan hamba melaporkan Nusantara kini
Meskipun Engkau sudah pirso, karena Engkau Maha Mengetahui
Ekonomi 5 tahun ini, rata-rata tumbuh 5% saja
Necara transaksi berjalan setia dengan defisitnya
Pengangguran, masih 7 juta orang jumlahnya
Halah, itukan angka-angka saja, sahut suara disana
Kasih contoh nyata dong, pinta dia
Nasi telur langganan kita, sudah naik 100% dari pertama kita tiba di Jogja
Kosan tempat kita bercengkrama pun, tak mau kalah 100% juga
Kamu lupa ya? UMK provinsi kita naik 97% juga, sanggah dia
Memang sih, timpalku ketus kepadanya
.
Tapi Tuhan, aku tetap ingin mengadu pada-Mu
Kabar-kabarnya, ibukota akan pindah ke Kalimantan sana
400 triliyun lebih hitungan biayanya
Kalau semuanya dari hutang, 6000 triliyun hutang Nusantara dibuatnya
.
Sementara disini, mobil-mobil listrik mulai hinggap di aspal-aspal kami
Bukan, bukan produk asli bangsa kami
Pun sebenarnya, ada putra putri bangsa ini menginisiasi gerakan ini
Tapi jauh panggang dari api, gagal karena uji emisi dan rezim ganti
.
Tapi Tuhan, aku tetap percaya pada Kekuasaan-Mu
Dengan rahmat-Mu, Engkau akan selamatkan bangsa kami
Jiwa-jiwa kami, badan-badan kami, Nusantara kami
Mudah-mudahan, bait-bait itu tetap lestari, dan tak berganti menjadi:
.
Hiduplah tanahnya, hiduplah negerinya, bangsanya, rakyatnya, semuanya
Bangunlah jalannya, bangunlah gedungnya, untuk …………………. raya
.
.
Yogyakarta, Oktober 2019
ADT